Header Ads

Budaya Sensor Mandiri, Bisa Gak Ya?


Budaya Sensor Mandiri atau dikenal dengan hashtag #BudayaSensorMandiri merupakan paradigma baru dari Lembaga Sensor Film (LSF) yang kini sudah genap berusia seratus tahun. Kehadiran lembaga sensor film di Indonesia menjadi lembaga kunci yang menjaga moral bangsa yang menghadapi serbuan gelombang kebudayaan dari luar yang tak bisa dibendung.



Invasi Budaya
Invasi budaya asing dari segala penjuru tak bisa hanya mengandalkan kekuatan sebuah lembaga bernama Lembaga Sensor Film (LSF) semata. Lembaga yang dibangun untuk menyeleksi semua bentuk film yang berasal dari luar yang bertentangan dengan moral bangsa dan idelogi negara. Serbuan film asing tak hanya dari jejaring bioskop resmi dan tak resmi pemerintah dan swasta, akan tetapi sudah masuk di ruang-ruang pribadi anak-anak muda generasi penerus bangsa.

Jaringan internet dan kemajuan teknologi dan juga kemampuan sarana prasaran pembuatan dan pengunggahan video jauh mengalami perkembangan yang pesat. Melampaui seluruh upaya dan daya yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga sensor. Alih-alih untuk menyensor serbuan film yang berasal dari luar, bahkan untuk mendeteksi dan menginventarisir judulnya pun sudah amat kesulitan.

Belum lagi kemampuan smartphone yang mampu merekam dengan kemampuan lumayan dan kemudian diedit -meski levelnya tak tinggi-tingi banget- sudah sangat membuat pusing kepala para penggiat sensor. Tidak bisa hanya sebuah lembaga menyensor semua. Bisa mati lemas semua para anggotanya.


Momentum 1 Abad LSF
Menapak tilas sejarah berdiri dan perkembangan lembaga sensor film dan lalu menatap masa kini untuk merumuskan langkah mencapai masa depan ideal, tampaknya menjadi sangat pas jika peringatan 1 abad LSF ini menjadi momentum membangun gerakan bersama, gerakan "BUDAYA SENSOR MANDIRI". Gerakan ini sebagai sebuah pengakuan sekaligus pelibatan secara aktif masyarakat untuk menjadikan dirinya mampu secara mandiri memilah dan memilih mana tayangan dan tontonan yang pas dan layak bagi dirinya.

Gerakan ini tentu tak bisa disebarluaskan sendiri oleh Lembaga Sensor Film, dalam peringatan momentum 1 abad usianya, LSF secara proaktif melakukan penyebaran ide dan aksi besarnya ke seluruh elemen masyarakat yang utamanya di ranah online sebagai ranahnya anak muda yang kreatifitasnya tak terbendung.

Peran Masyarakat
Masyarakat secara umum tak hanya sekadar berlaku sebagai korban atau penikmat film semata, tapi ada kalanya juga sebagai pembuat dan penyebarnya sekaligus. Penting bagi LSF untuk melibatkan para anak muda yang menjadi CONTENT CREATOR (dalam hal ini BLOGGER) yang mengisi dunia maya Indonesia dengan tayangan yang bermutu dan menarik.

Tak cukup di situ saja, selain sebagai penyedia konten, terutama yang terbiasa bermain dengan dunia maya, yang terbiasa dengan media sosial dan sejenisnya berusaha terus berkesinambungan mengkampanyekan gerakan Budaya Sensor Mandiri. Gerakan ini sendiri tak cukup sekadar seremonial semata. Butuh program terstruktur yang sistematis dan berjenjang yang melibatkan banyak kalangan yang memang ahli di bidang masing-masing untuk bersama-sama menyuarakan gerakan besar ini.

Harapannya, jelas bahwasanya dengan kebiasaan Budaya Sensor Mandiri, masyarakat akan semakin cerdas dan terdidik dengan baik untuk menentukan pilihan tayangan yang akan ditontonnya. Tahu betul apa yang dibutuhkannya. Semakin cerdas dan kritis dalam memilih tayangan.

Selamat ulang tahun yang ke-100, LSF.

*urun suara di ulang tahun LSF yang ke-100

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.